Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).
Definisi Ideologi
Definisi memang penting. Itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar:
“ Tanpa definisi, kita tidak akan pernah bisa sampai pada konsep. ”
Karena itu menurut beliau, sama pentingnya dengan silogisme (baca : logika berfikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.
Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari kata bada’ayabdau bad’an wa mabda’an yang berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang )[dalam Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, entry al-Mabda’]. Al-Mabda’(ideologi) : pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan patokan asasi (al-qaidah al-asasiyah) tingkah laku. Dari segi logika al-mabda’ adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan [lihat catatan tepi kitab Ususun Nahdhah ar-Rasyidah, hal 36]
[sunting]Definisi lain
Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:
Gunawan Setiardjo :Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
Destutt de Tracy:Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu. 2 april 2004
Descartes:Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004
Machiavelli:Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 1 agustus 2006
Thomas H:Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004
Francis Bacon:Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007
Karl Marx:Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 1 mei 2005
Napoleon:Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. 22 desember 2003
Muhammad Ismail:Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007
Dr. Hafidh Shaleh:Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008
Taqiyuddin An-Nabhani:Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.
Sehingga dalam Konteks definisi ideologi inilah tanpa memandang sumber dari konsepsi Ideologi, maka Islam adalah agama yang mempunyai kualifikasi sebagai Ideologi dengan padanan dari arti kata Mabda’ dalam konteks bahasa arab.
Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi (mabda’). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.
Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).
Ibnu Sina mengemukakan masalah tentang ideologi dalam Kitab-nya "Najat", dia berkata:
"Nabi dan penjelas hukum Tuhan serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi kesinambungan ras manusia, dan bagi pencapaian manusia akan kesempurnaan eksistensi manusiawinya, ketimbang tumbuhnya alis mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain seperti itu, yang paling banter bermanfaat bagi kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu sekali."
Definisi memang penting. Itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar:
“ Tanpa definisi, kita tidak akan pernah bisa sampai pada konsep. ”
Karena itu menurut beliau, sama pentingnya dengan silogisme (baca : logika berfikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.
Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari kata bada’ayabdau bad’an wa mabda’an yang berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang )[dalam Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, entry al-Mabda’]. Al-Mabda’(ideologi) : pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan patokan asasi (al-qaidah al-asasiyah) tingkah laku. Dari segi logika al-mabda’ adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan [lihat catatan tepi kitab Ususun Nahdhah ar-Rasyidah, hal 36]
[sunting]Definisi lain
Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:
Gunawan Setiardjo :Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
Destutt de Tracy:Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu. 2 april 2004
Descartes:Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004
Machiavelli:Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 1 agustus 2006
Thomas H:Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004
Francis Bacon:Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007
Karl Marx:Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 1 mei 2005
Napoleon:Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. 22 desember 2003
Muhammad Ismail:Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007
Dr. Hafidh Shaleh:Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008
Taqiyuddin An-Nabhani:Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.
Sehingga dalam Konteks definisi ideologi inilah tanpa memandang sumber dari konsepsi Ideologi, maka Islam adalah agama yang mempunyai kualifikasi sebagai Ideologi dengan padanan dari arti kata Mabda’ dalam konteks bahasa arab.
Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi (mabda’). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.
Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).
Ibnu Sina mengemukakan masalah tentang ideologi dalam Kitab-nya "Najat", dia berkata:
"Nabi dan penjelas hukum Tuhan serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi kesinambungan ras manusia, dan bagi pencapaian manusia akan kesempurnaan eksistensi manusiawinya, ketimbang tumbuhnya alis mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain seperti itu, yang paling banter bermanfaat bagi kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu sekali."
Artikel terkait
Pelanggaran Ideologi yang Terus DibiarkanPOSTED : 30 DESEMBER 200
Perusakan terhadap rumah ibadat, bukan hanya sebuah tindakan melawan hukum, tapi juga sebuah pelanggaran ideologi.
Dituntut ketegasan dari pemerintah.
BERIBADAH, beragama dan mengekspresikan keyakinan iman secara bebas tanpa tekanan dan paksaan merupakan hak asasi setiap manusia. Konvensi Jeneva jelas-jelas menggariskan bahwa hak beribadah itu merupa-kan hak yang paling dasar. Karena itu, pelanggaran terhadap hak yang paling dasar itu merupakan pelang-garan terhadap martabat manusia.
Bila dihubungkan dengan konsti-tusi negara kita, tindakan penutu-pan gereja atau rumah ibadah dan pelarangan orang lain beribadah, merupakan pelanggaran ideologi. “Ini jelas-jelas pelanggaran terha-dap Pancasila,” tegas Romo Benny Susetyo, Sekretaris Eksekutif Ko-misi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia). Hampir semua sila dari Pancasila dilanggar oleh tin-dakan itu. Yang gampang dilihat adalah melanggar sila kedua, kare-na merupakan tindakan perampa-san terhadap hak dasar setiap ma-nusia, jadi merupakan penindasan terhadap martabat kemanusiaan atau kemanusiaan. Secara jelas juga dapat dilihat bahwa tindakan itu merupakan pelecehan terhadap sila pertama Pancasila. Begitupun dengan sila ketiga, keempat dan kelima. “Kalau pelanggaran ideologi ini terus dibiarkan, maka sebenarnya negara ini membiarkan dirinya masuk ke dalam penjara yang diciptakannya sendiri,” tekan Benny.
Inkonstitusional
Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) melihat tinda-kan pemaksaan penutupan gereja atau rumah ibadah kristiani itu se-bagai sebuah tindakan melawan konstitusi negara kita, yaitu UUD 1945, khususnya pasal 29 yang menjamin tiap-tiap penduduk un-tuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Secara kons-titusional, de-mikian Yewa-ngoe, kita se-mua bergembira karena negara, melalui UUD 1945, menja-min hak dasar itu. Dan juga menjamin ke-majemukan dan keberbedaan. “Namun dalam kenyataannya, tidak selalu de-mikian. Keber-bedaan itu ka-dang-kadang kurang menda-pat penghorma-tan. Perbedaan dianggap sebagai semacam permusuhan. Itulah yang kami lihat di lapangan,” jelasnya.
Yang lebih memprihatinkan, bu-kan hanya tempat ibadahnya ditu-tup dengan paksa, tapi di bebe-rapa tempat, orang atau umat dilarang untuk beribadah. Sebagai warga negara, demikian Yewa-ngoe, pihaknya melihat kehadiran Perber No. 8 dan 9 tahun 2006 sebagai upaya untuk mempermudah orang beribadah. “Bukannya sebagai alat untuk me-larang atau merampas hak orang beribadah seperti terjadi belaka-ngan ini,” ujarnya sembari menam-bahkan, Perber itu tidak boleh dipakai untuk mengkriminalisasi orang. Seolah-olah beribadah itu merupakan sebuah kejahatan. “Kalau itu yang yang terjadi dalam negara kita, maka kita sudah sung-guh-sungguh mengabaikan asas dasar dari NKRI yaitu hak untuk beribadah,” katanya lagi.
Merusak citra Indonesia
Masalah penutupan rumah iba-dah kristiani ini, menurut Ketua KWI Mgr. MD. Situmorang, sungguh menghantam pengalaman religius setiap manusia, mengena pada kerinduan setiap manusia untuk mengekspresikan pengakuannya atas kedaulatan ilahi dan menyem-bah Tuhannya.
Menurut Uskup, sudah saatnya semua komponen dan elemen bangsa ini menangani masalah pe-nutupan gereja atau rumah ibadah ini secara serius. “Tindakan itu menyangkut pelanggaran terhadap HAM, menyangkut kesetiaan organ-organ publik untuk menjaga kea-manan dan un-tuk memperta-hankan hak warga negara dalam menjalan-kan kehidupan-nya dan ada ri-siko di situ bah-wa citra bangsa ini juga dikabur-kan, bahkan di-rombak secara negatif, sehingga bangsa ini yang terkenal sebagai bangsa yang religius, religiusitasnya menjadi formalitas, menjadi hal yang sekadar ritual,” urainya.
Melalui peristiwa-peristiwa itu, lanjutnya, sebenarnya martabat bangsa sedang dipertaruhkan. Pe-ristiwa itu menjadi makin frekuen atau sering, karena ada pembiaran dari pengemban tugas yang mesti melakukan tugas pengayoman, memberikan tugas perlindungan dan jaminan untuk melaksanakan hak sebagai warga negara dan se-bagai umat kristiani. “Jadi kelihatan-nya makin frekuen, makin tersebar luas, sehingga kini waktunya tiba untuk menangani dan mengatasi persoalan ini dengan saksama dan tuntas,” tegas uskup sembari me-nambahkan, bila tindakan itu me-ngingkari eksistensi bangsa yang mengakui keragaman dalam kesa-tuannya, kesatuan dalam keraga-man antarkita dalam keluarga bangsa-bangsa. “Ini bukan per-soalan Protestan atau Katolik, tapi menyangkut bangsa ini dan citra bangsa ini di dunia internasional,” ujarnya.
Soal pengingkaran atas kemaje-mukan ini disinggung pula oleh Romo Dr. Mudji Sutrisno SJ. Menu-rut budayawan yang juga dosen filsafat di beberapa perguruan tinggi ini, Indonesia merupakan sebuah entitas yang plural di mana ada kemajemukan identitas suku, agama, golongan yang sudah menyatu secara kultural dengan prinsip bhineka tunggal ika. Nah, ketika bersepakat untuk rukun bersama membentuk Republik Indonesia ini, saya kira yang paling asasi dari tiap warga adalam hak untuk menghayati keyakinan dan bebebasan beragama dan beriba-dah sesuai pasal 29 konstitusi kita. “Tapi ini semua dilanggar oleh tindakan-tindakan penutupan dan perusakan tempat ibadah itu,” tandasnya. ?Paul Makugoru.
Tanggapan
Menanggapi artikel diatas saya sangat tidak setuju sekali atas perbuatan yang mengatas namakan agama untuk berbuat kekerasan. karena tidak ada agama yang menganjurkan umatnya untuk berbuat kekerasan. selain itu indonesia adalah negeri hukum jadi segala sesuatunya di atur oleh hukum jadi kita tidak boleh main hakim sendiri. slain itu karena kita menganut ideologi pancasila , sangat bertentangan sekali jika kita melakukan perbuatan yang melanggar toleransi beragama. saya harap di indonesia terjadi kerukunan beragama lagi seperti dulu karena di agama islam pun di ajarkan untuk menghargai agama lain. sekian pendapat dari saya.bahkan
sumber
http://reformata.com/news/view/1456/pelanggaran-ideologi-yang-terus-dibiarkan
http://ilfen-share.blogspot.com/2012/12/manusia-dan-pandangan-hidup-pengertian.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
google.com
Dituntut ketegasan dari pemerintah.
BERIBADAH, beragama dan mengekspresikan keyakinan iman secara bebas tanpa tekanan dan paksaan merupakan hak asasi setiap manusia. Konvensi Jeneva jelas-jelas menggariskan bahwa hak beribadah itu merupa-kan hak yang paling dasar. Karena itu, pelanggaran terhadap hak yang paling dasar itu merupakan pelang-garan terhadap martabat manusia.
Bila dihubungkan dengan konsti-tusi negara kita, tindakan penutu-pan gereja atau rumah ibadah dan pelarangan orang lain beribadah, merupakan pelanggaran ideologi. “Ini jelas-jelas pelanggaran terha-dap Pancasila,” tegas Romo Benny Susetyo, Sekretaris Eksekutif Ko-misi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia). Hampir semua sila dari Pancasila dilanggar oleh tin-dakan itu. Yang gampang dilihat adalah melanggar sila kedua, kare-na merupakan tindakan perampa-san terhadap hak dasar setiap ma-nusia, jadi merupakan penindasan terhadap martabat kemanusiaan atau kemanusiaan. Secara jelas juga dapat dilihat bahwa tindakan itu merupakan pelecehan terhadap sila pertama Pancasila. Begitupun dengan sila ketiga, keempat dan kelima. “Kalau pelanggaran ideologi ini terus dibiarkan, maka sebenarnya negara ini membiarkan dirinya masuk ke dalam penjara yang diciptakannya sendiri,” tekan Benny.
Inkonstitusional
Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) melihat tinda-kan pemaksaan penutupan gereja atau rumah ibadah kristiani itu se-bagai sebuah tindakan melawan konstitusi negara kita, yaitu UUD 1945, khususnya pasal 29 yang menjamin tiap-tiap penduduk un-tuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Secara kons-titusional, de-mikian Yewa-ngoe, kita se-mua bergembira karena negara, melalui UUD 1945, menja-min hak dasar itu. Dan juga menjamin ke-majemukan dan keberbedaan. “Namun dalam kenyataannya, tidak selalu de-mikian. Keber-bedaan itu ka-dang-kadang kurang menda-pat penghorma-tan. Perbedaan dianggap sebagai semacam permusuhan. Itulah yang kami lihat di lapangan,” jelasnya.
Yang lebih memprihatinkan, bu-kan hanya tempat ibadahnya ditu-tup dengan paksa, tapi di bebe-rapa tempat, orang atau umat dilarang untuk beribadah. Sebagai warga negara, demikian Yewa-ngoe, pihaknya melihat kehadiran Perber No. 8 dan 9 tahun 2006 sebagai upaya untuk mempermudah orang beribadah. “Bukannya sebagai alat untuk me-larang atau merampas hak orang beribadah seperti terjadi belaka-ngan ini,” ujarnya sembari menam-bahkan, Perber itu tidak boleh dipakai untuk mengkriminalisasi orang. Seolah-olah beribadah itu merupakan sebuah kejahatan. “Kalau itu yang yang terjadi dalam negara kita, maka kita sudah sung-guh-sungguh mengabaikan asas dasar dari NKRI yaitu hak untuk beribadah,” katanya lagi.
Merusak citra Indonesia
Masalah penutupan rumah iba-dah kristiani ini, menurut Ketua KWI Mgr. MD. Situmorang, sungguh menghantam pengalaman religius setiap manusia, mengena pada kerinduan setiap manusia untuk mengekspresikan pengakuannya atas kedaulatan ilahi dan menyem-bah Tuhannya.
Menurut Uskup, sudah saatnya semua komponen dan elemen bangsa ini menangani masalah pe-nutupan gereja atau rumah ibadah ini secara serius. “Tindakan itu menyangkut pelanggaran terhadap HAM, menyangkut kesetiaan organ-organ publik untuk menjaga kea-manan dan un-tuk memperta-hankan hak warga negara dalam menjalan-kan kehidupan-nya dan ada ri-siko di situ bah-wa citra bangsa ini juga dikabur-kan, bahkan di-rombak secara negatif, sehingga bangsa ini yang terkenal sebagai bangsa yang religius, religiusitasnya menjadi formalitas, menjadi hal yang sekadar ritual,” urainya.
Melalui peristiwa-peristiwa itu, lanjutnya, sebenarnya martabat bangsa sedang dipertaruhkan. Pe-ristiwa itu menjadi makin frekuen atau sering, karena ada pembiaran dari pengemban tugas yang mesti melakukan tugas pengayoman, memberikan tugas perlindungan dan jaminan untuk melaksanakan hak sebagai warga negara dan se-bagai umat kristiani. “Jadi kelihatan-nya makin frekuen, makin tersebar luas, sehingga kini waktunya tiba untuk menangani dan mengatasi persoalan ini dengan saksama dan tuntas,” tegas uskup sembari me-nambahkan, bila tindakan itu me-ngingkari eksistensi bangsa yang mengakui keragaman dalam kesa-tuannya, kesatuan dalam keraga-man antarkita dalam keluarga bangsa-bangsa. “Ini bukan per-soalan Protestan atau Katolik, tapi menyangkut bangsa ini dan citra bangsa ini di dunia internasional,” ujarnya.
Soal pengingkaran atas kemaje-mukan ini disinggung pula oleh Romo Dr. Mudji Sutrisno SJ. Menu-rut budayawan yang juga dosen filsafat di beberapa perguruan tinggi ini, Indonesia merupakan sebuah entitas yang plural di mana ada kemajemukan identitas suku, agama, golongan yang sudah menyatu secara kultural dengan prinsip bhineka tunggal ika. Nah, ketika bersepakat untuk rukun bersama membentuk Republik Indonesia ini, saya kira yang paling asasi dari tiap warga adalam hak untuk menghayati keyakinan dan bebebasan beragama dan beriba-dah sesuai pasal 29 konstitusi kita. “Tapi ini semua dilanggar oleh tindakan-tindakan penutupan dan perusakan tempat ibadah itu,” tandasnya. ?Paul Makugoru.
Tanggapan
Menanggapi artikel diatas saya sangat tidak setuju sekali atas perbuatan yang mengatas namakan agama untuk berbuat kekerasan. karena tidak ada agama yang menganjurkan umatnya untuk berbuat kekerasan. selain itu indonesia adalah negeri hukum jadi segala sesuatunya di atur oleh hukum jadi kita tidak boleh main hakim sendiri. slain itu karena kita menganut ideologi pancasila , sangat bertentangan sekali jika kita melakukan perbuatan yang melanggar toleransi beragama. saya harap di indonesia terjadi kerukunan beragama lagi seperti dulu karena di agama islam pun di ajarkan untuk menghargai agama lain. sekian pendapat dari saya.bahkan
sumber
http://reformata.com/news/view/1456/pelanggaran-ideologi-yang-terus-dibiarkan
http://ilfen-share.blogspot.com/2012/12/manusia-dan-pandangan-hidup-pengertian.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
google.com